img by: instagram.com/haflzh

Keraton Kasepuhan – Keraton Tertua di Cirebon yang Masih Terawat

Keraton Kasepuhan merupakan salah satu keraton dari tiga keraton yang terdapat di Cirebon. Keraton Kasepuhan merupakan keraton yang paling tua, paling megah dan paling terawat yang terletak di Cirebon, Jawa Barat. Setiap sudut arsitekturnya mempunyai makna yang dalam. Halaman depan dikelilingi oleh tembok bata merah. Alamat lengkap Keraton Kasepuhan terletak di Jalan Kasepuhan No. 43, Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon.

Saya baru pertama kali mengunjungi keraton ini. Padahal saya asal Cirebon tetapi belum pernah mengunjungi nya. Saat mengunjungi Keraton Kasepuhan, sudah terlihat desain khas bangunan zaman dahulu dengan dikelilingi pagar merah bata yang dibangun sekitar 600 tahun yang lalu, namun tetap terjaga kelestariannya. Kesultanan Cirebon yang terletak diperbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah ini membuat Cirebon menjadi pelabuhan serta menjadi jembatan antara dua kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan Sunda dan kebudayaan Jawa yang berjalan berdampingan dengan damai.

Sejarah Keraton Kasepuhan

Cirebon merupakan salah satu wilayah di nusantara yang memiliki sejarah panjang kebudayaan Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon. Berlokasi di Jalan Keraton Kasepuhan No 43, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Keraton Kasepuhan sudah berdiri sejak tahun 1529. Pada awal pembangunannya, Keraton Kasepuhan dibangun oleh Pangeran Emas Zainul Arifin dengan maksud untuk memperluas bangunan pesanggerahan Keraton Pakungwati, yaitu keraton pertama yang berdiri pada tahun 1430 di Kota Cirebon.

Keraton Kasepuhan menempati lahan seluas 25 hektar yang terdiri dari berbagai macam bangunan. Bangunan Siti Hinggil merupakan bangunan pertama atau bangunan paling terdepan saat pengunjung memasuki kawasan keraton. Siti Hinggil yang berarti tanah yang tinggi disebut juga lemah duwur dalam bahasa Cirebon. Siti Hinggil terbuat dari susunan bata merah dan memiliki gaya arsitektur Majapahit yang mengikuti perkembangan zaman pada saat itu.  (dikutip dari Indonesia Kaya, untuk link sumber saya tempatkan diakhir artikel)

Apa saja yang ada di keraton?

Siti Hinggil

Memasuki kawasan Keraton Kasepuhan, pengunjung akan melihat sebuah gerbang yang terbuat dari bata merah bertingkat. Bagian depan keraton ini biasanya dinamakan dengan Siti Inggil atau tanah tinggi, yang menghadap langsung ke arah lapangan tempat dulunya pasukan keraton berkumpul setelah melewati Siti Inggil yang berbentuk gerbang dan pagar panjang.

Meja dan bangku yang terbuat dari batu didepan Siti Hinggil

Ohya, didepan Siti Inggil terdapat meja dan bangku yang terbuat dari batu (sama seperti yang ada di taman bunderan, nanti saya jelaskan dibawah). Meja dan bangku ini merupakan hadiah dari Gubernur Jenderal Inggris, S.T. Raffles pada tahun 1811 M.

Gerbang dari Siti Hinggil disebut.Gapura Banteng. Banteng merupakan simbol keberanian, kekuatan aparatur negara dan terdapat tumpukan batu bata yang berbentuk banteng yang merupakan gambaran tahun candra sangkala yang berbunyi : Kuta = 1, Bata = 5, Tinata = 4, Banteng = 1451 Saka / 1529 M. Siti Inggil berisi beberapa tempat dan relief, diantaranya:

1. Mande Malang Semirang

Mande Malang Semirang

Mande Malang Semirang merupakan bangunan utama yang terletak di tengah dengan jumlah tiang utama 6 buah. Melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah, melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat duduk Sultan dan keluarga dalam upacara-upacara latihan dan pelaksanaan pengadilan di Alun-Alun Sangkalabuwana yang terletak di sebelah utara Keraton.

2. Mande Pengiring

Mande Pengiring

Tak jauh dari batu Lingga dan Yoni, terdapat bangunan yang bernama Mande Pengiring. Bangunan dengan 4 buah tiang ditenah dan 4 tiang di pojok yang melambangkan 4 unsur elemen seperti tanah, air, api, dan udara serta 4 arah mata angin seperti utara, selatan, barat, dan timur. Bangunan ini merupakan tempat pejabat atau pengiring sultan, para hakim, dan jaksa apabila ada persidangan oleh pengadilan setempat.

3. Mande Semar Tinandu

Mande Semar Tinandu

Mande Semar Tinandu merupakan bangunan dengan dua buah tiang yang melambangkan dua kalimat syahadat dalam agama Islam. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat duduk penghulu keraton dan kepala kaum Masjid Sang Cipta Rasa yang terletak disebelah barat laut dari Siti Inggil.

4. Mande Karesman

Mande Karesmen

Mande Karesman merupakan bangunan tempat menaruh perangkat gamelan atau kesenian. Tradisi ini dilakukan setiap tahun untuk menabuh gamelan sekaten (Gong Sekati) buatan abad ke XV (15) yang ditabuh hanya 2 kali dalam setahun setiap Idul Fitri atau tanggal 1 Syawal dan Idul Adha atau tanggal 10 Dzulhijah.

5. Pandawa Lima

TindakTandukArsitek
Source gambar akan saya taruh diakhir postingan

Pandawa Lima merupakan bangunan di sebelah kiri bangunan utama dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun Islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan. Maaf untuk foto ini saya ambil dari Internet karena saya tidak mengambil fotonya alias lupa.

6. Batu Lingga dan Yoni

Batu ini berasal dari budaya Hindu batu yang melambangkan Adam dan Hawa. Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan. Bisa juga diartikan juga sebagai lambang kesuburan dan duniawi, dan melambangkan kehidupan yang langgeng atau turun temurun.

Pendopo Pengada

Keluar dari kompeks Siti Inggil, terdapat pula bangunan yang bernama Pendopo Pengada. Pengada berarti kubeng atau keliling. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pejabat Panca Lima, yang terdiri dari demang dalem, camat dalem, lurah dalem, laskar dalem, dan kaum dalem. Pendopo ini terletak didekat lapangan giyanti dan gerbang masuk ke keraton.

Lapangan Giyanti

Bergeser ke arah barat, terdapat Taman/Lapangan Giyanti. Taman ini dibangun oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen pada Abad ke XVII (17) di era Gusti Sultan Sepuh I. Namun sangat disayangkan karena lapangan ini seperti tidak terurus dan banyak sampah berserakan yang membuat pandangan tidak nyaman.

 

Sebelum memasuki daerah dalam keraton, terdapat bangunan berupa pintu yang bernama Lawang Regol (Gambar pertama). Bangunan ini berfungsi sebagai penyaring pertama para pendatang yang masuk keraton setelah melalui pendopo pengada. Pada gerbang ini terdapat dua simbol Kasultanan Kasepuhan Cirebon (Gambar kedua) disisi kanan dan kirinya.

Gapura Lonceng

Selain Lawang Regol, juga terdapat Gapura Lonceng. Gapura ini terdapat sebuah lonceng yang berfungsi untuk memberi tanda waktu.

Bagian dalam Lingkungan Keraton

Setelah melewati Lawang Regol, kalian akan melihat Museum Pusaka Keraton Kasepuhan disisi kiri dan Langgar Agung disisi kanan.

1. Museum Pusaka Keraton

Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon tersebut ini merupakan museum pertama yang dimiliki Keraton Kasepuhan dengan gaya yang modern. Museum ini berisi benda-benda pusaka pada era akhir Kerajaan Padjajaran, Sunan Gunungjati, Fatahilah saat menggempur Portugis di Sunda Kelapa, peninggalan Putri Ong Tin Nio, Panembahan Ratu, dan Sultan Kasepuhan Cirebon, serta lainnya.

2. Langgar Agung

Langgar Agung merupakan tempat shalat Sultan beserta keluarga. Langgar ini dibangun pada Abad ke XVI. Secara tradisi, langar ini juga digunakan untuk shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Tempat ini juga dipakai untuk asakralan setiap upacara Panjang Jimat setiap tanggal 12 Mulud, dilengkapi dengan bedug untuk penanda waktu shalat tiba.

Sebelum menuju ke area dalam, kalian akan melewati gerbang yang bernama Gerbang/Lawang Gledegan. Mengapa dinamai gledegan? Karena gerbang ini dijaga oleh penjaga yang memiliki suara besar seperti petir atau dalam bahasa cirebon dikenal sebagai Gledeg.

Taman Keraton

Setelah memasuki Lawang Gledegan, kalian akan disuguhi sebuah taman yang terletak sentral ditengah yang bernama Taman Bunderan Dewandaru. Taman ini berbentuk buntar dan dikelilingi pohon Dewandaru yang wangi sehingga dinamakan Taman Bunderan Dewandaru. Dewandaru artinya kumpulan makhluk yang bercahaya. Fisolosi taman ini adalah “Jadilah kumpulan makhluk mulia yang menerangi sesama“. Didalam taman ini juga terdapat dua meriam peninggalan Prabu Kabunangka Pakuwan. Meriam tersebut dikenal dengan nama Ki Santoma dan Ki Santomi.

Didalam taman bunderan ini terdapat beberapa peninggalan, diantaranya:

1. Meriam Nyi Santomi dan Ki Santoma.

2. Patung 2 Ekor Macan Putih

Patung ini terletak di antara kedua meriam. Dengan berhiaskan 2 Ekor macan yang berhadapan. Patung Macan merupakan simbol Kesultanan Cirebon yang merupakan penerus Kerajaan Pajajaran.

3. Meja Batu Kalingga

Batu ini diberasal dari Gujarat yang dibawa ke Cirebon oleh Dr. Raffles yang merupakan Gubernul Jendral Van Java tahun 1813-1818.

Bangunan Inti Keraton

 

Sebelum masuk ke daerah tempat tinggal Sultan terdapat pendopo diantaranya yaitu Jinem Arum (Gambar kedua) dan Lunjuk  (Gambar pertama) yang sama-sama berfungsi sebagai ruang tunggu seseorang yang ingin menghadap sultan. Perbedaannya adalah Lunjuk digunakan sebagai tempat unjukan para tamu sultan dan tempat meminta petunjuk. Sedangkan Jinem Arum berfungsi sebagai tempat tunggu warga keraton yang ingin menghadap sultan.

Bangsal keraton

Tempat selanjutnya yaitu Bangsal Keraton. Didalam bangsal ini terdapat ruangan seperti: Jinem Pangrawit, Gajah Nguling, Bangsal Pringgadani, Bangsal Prabayaksa, dan Bangsal Agung Panembahan.

Jinem pangrawit

Dibagian tengah terdapat sebuah bangunan yang megah bernama Jinem Pangrawit. Jinem Pangrawit merupakan tempat tugas Pangeran Patih atau Wakil Sultan menerima tamu.

Dibelakang bangunan Jinem Pangrawit, terdapat Gajah Nguling, tempat dimana tidak tertutup tembok (terbuka), disini saya tidak memfotonya.

Bangsal pringgadani

Dibelakangnya lagi terdapat Bangsal Pringgadani yang berfungsi untuk pisowan atau menghadap para Bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka (Wilayah III Cirebon atau biasa disebut Ciayumajakuning). Dan juga biasanya dipakai untuk sidang para wargi keraton.

Bangsal Prabayaksa

Dibelakang Bangsal Pringgadani, terdapat Bangsal Prabayaksa. Bangsal ini dibangun tahun 1682 oleh Sultan Sepuh I (Pendiri Kerajaan) yang berfungsi sebagai tempat sidang Menteri Negara Keraton Kasepuhan. Praba berarti sayap, yaksa berarti besar. Prabayaksa memiliki arti “Sultan yang melindungi rakyat dengan kedua tangannya yang besar. Besar disini maksudnya adalah besar kekuasaannya”.

Ohya, sebelum memasuki wilayah yang didalamnya terdapat Langgar Alit dan Dapur Mulud, ada sebuah gerbang yang bernama Gerbang Buk Bacem. Gerbang ini terbuat dari batu bata berbentuk lengkung atau buk. Desain dari gerbang ini merupakan hasil arsitektur Eropa dengan hiasan piring dari Cina. Pintunya terbuat dari kayu jati ukiran yang direndam atau dibacem Bangunan ini berfungsi sebagai gerbang untuk masuk ke dalem arum atau tempat tinggal sultan dan ke kaputran (tempat tinggal putra sultan) serta ke kaputren (tempat tinggal putri sultan yang belum menikah).

 

Disebelah barat Bangsal Pringgadani, terdapat Langgar Alit yang berfungsi sebagai tempat tadarus dan shalat tarawih, kemudian membunyikan tembang/gembyung. Langgar ini juga dipakai untuk peringatan hari besar Islam. Struktur bangunan langgar ini sangat mengesankan. Dengan tiang ditengah dan bercabang lima membuat bangunan menjadi lebih indah.

Disisi barat Langgar Alit, terdapat sebuah bangunan bernama Dapur Mulud yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan saat peringatan Maulid Nabi. Daerah disekitar tempat ini terkesan tidak terurus dan kotor, sangat disayangkan.

Dalem Arum

Disisi timur, terdapat bangunan yang bernama Dalem Arum yang berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan dan Keluarganya Turun Temurun hingga sekarang. Pengunjung umum tidak boleh memasuki rumah Sultan.

Keputran

Lalu dimanakah tinggal putra Sultan? Putra Sultan tinggal ditempat yang bernama Keputran, yang terletak di timur Jinem Arum.

Kompleks Keraton Pakungwati

Gerbang kompleks keraton pakungwati

Sementara pada bagian paling belakang Keraton Kasepuhan terdapat Kompleks Keraton Pakungwati yang berisi Bangsal Pagelaran, Sumur Agung, Sumur Tujuh, Sumur Kejayaan dan petilasan-petilasan lainnya. Keraton ini merupakan bangunan pertama yang dibangun Pangeran Cakrabuana selaku Kuwu. Kuwu merupakan sebutan bagi pemerintah yang turut menyebarkan Islam di Cirebon.

Bangsal Pagelaran

Bangsal pagelaran sendiri tempatnya cukup luas dan dipakai untuk tempat acara-acara yang digelar oleh keraton. Saat saya mengunjungi bangsal pagelaran, bangsal ini terkesan kotor karena kotoran entah burung atau apa.

Loket pembelian tiket

Untuk memasuki kompleks sumur dan Keraton Pakungwati, pengunjung harus membayar tiket masuk kembali seharga 10.000 rupiah, mungkin untuk dana kebersihan dan pelestarian.

 

Setelah berjalan mengikuti petunjuk yang ada, kalian akan melihat sumur Tujuh (gambar pertama) dan didekat sumur tujuh terdapat petilasan Arumsari (gambar kedua)

Selain sumur tujuh dan petilasan nya, ada hal yang menarik disini, yaitu indikator pasang surut air laut melalui kolam didepan sumur tujuh. Namun saat ini sudah tidak berfungsi karena saluran air yang terhubung langsung kelaut sudah dialihfungsikan sebagai perumahan.

Sumur Agung

Lalu jika kalian berjalan lagi lurus dari sumur tujuh, kalian akan menemukan Sumur Agung. Sumur Agung terletak di sebelah Kompleks Pakungwati.

Kompleks Pakungwati

Di dalam kompleks Keraton Pakungwati, pengunjung juga bisa melihat dan merasakan petilasan peninggalan Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati serta sumur kejayaan. Semua bangunan dan berbagai koleksi tersebut masih terjaga dengan apik. Sumur kejayaan ada didalam kompleks ini ya. Saya hanya memfotonya dari pintu saja karena tidak berani masuk (kondisi sangat sepi), jadi cari amannya saja.

Wanita dilarang masuk

Pengunjung wanita tidak diperbolehkan masuk ke kompleks Keraton Pakungwati karena dahulunya tempat ini merupakan tempat berunding para petinggi Keraton dan pemuka agama. Wanita saat itu dianggap tidak dapat konsisten dalam memegang janji. Uniknya, larangan tersebut berlaku sampai sekarang. Lalu bagaimana saat wanita nekat masuk kedalam kompleks ini? Jawaban penjaga nya pun cukup sederhana, “kuwalat”, terjemahkan sendiri saja maksudnya ya.

Selain menjadi tempat pelestarian budaya, Keraton Kasepuhan juga masih mengadakan berbagai acara tradisi yang diselenggarakan setiap tahun. Acara Panjang jimat salah satunya. Panjang jimat adalah acara yang diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Pintu masjid yang berukuran kecil

Setelah saya puas berkeliling keraton, saya kemudian memutuskan untuk mengunjungi masjid keraton yang terletak di dekat kompleks keraton dan alun-alun. Masjid ini cukup unik karena pintu masuk bangunan utama ini sangatlah pendek. Dilansir dari Pikiran Rakyat, alasan pintu masjid ini kecil adalah “Pintu kecil di masjid filosofinya yang muda harus menghormati yang tua, jadi harus merunduk. Jadi tidak boleh datang ke tempat ibadah dengan sombong,” kata Nono, seorang pemandu di sana. (Pikiran Rakyat: http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/02/03/rahasia-7-muazin-di-masjid-agung-sang-cipta-rasa-cirebon-418797)

Bagian dalam dengan desain elegant

Ohya, ada lagi yang unik soal masjid ini, yaitu 7 muadzin yang serentak mengumandangkan adzan. Dikutip dari detik.com, Kepala Kaum Masjid Sang Cipta Rasa, Aaz Azhari mengatakan, kisah azan tujuh atau azan pitu ini berkumandang pertama kali saat ada kebakaran bagian atap masjid ini. Atap berbahan injuk, zaman dulu, itu terus menerus terkena sengatan matahari. Lalu setelah dikumandangkan Adzan yang dipimpin oleh Nyi Mas Pakungwati, dengan berikhtiar akhirnya padam.


Fasilitas yang disediakan

Untuk fasilitas, saya rasa sudah lengkap karena disediakan toilet, tempat sampah dan papan penjelasan informasi disetiap bangunan. Keraton ini juga dilengkapi dengan petugas yang menjaga keamanan dan kenyamanan di beberapa titik sehingga pengunjung merasa aman. Ohya, kalian juga bisa bertanya ke satpam atau warga ataupun abdi dalem mengenai bagian keraton yang kalian ingin tahu. Tenang saja, mereka ramah-ramah kok asal kalian bertanyanya secara sopan.

Harga Tiket Masuk

Loket untuk pembelian tiket masuk

Untuk harga tiket masuk, pelajar harus membayar sebesar 10.000 rupiah, mahasiswa/umum membayar sebesar 15.000 rupiah dan turis asing sebesar 20.000 rupiah. Selain itu, Jika ingin mengunjungi museum pusaka, kalian harus membayar lagi sebesar 25.000 dan jika kalian ingin mengunjungi sumur dan kompleks Pakungwati harus membayar 10.000 rupiah kembali.

Cara Menuju Lokasi

Kalian dapat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil, bisa parkir didepan loket masuknya. Apabila tidak ingin repot mencari parkir, kalian bisa naik angkutan umum dengan trayek D7 dan D5 atau dengan menggunakan taksi online (Gojek dan Grab).

Lokasi

Kritik

Sungai/saluran air yang mengeluarkan bau tidak sedap

Depan keraton ini terdapat saluran air atau bisa disebut sungai. Dari sungai tersebut tercium bau tidak sedap karena kondisi yang sangat kotor dan sangat memprihatinkan. Entah kenapa tidak dibersihkan saya pun tidak tahu. Namun saya sangat tidak nyaman ketika berdiri di dekat situ.


Cukup sudah perjalanan saya berkunjung ke Keraton Kasepuhan dan Masjid Sang Cipta Rasa. Saya harap apa yang saya bagikan dapat bermanfaat bagi kalian yang ingin mengunjungi tempat ini. Saya sungguh menikmati perjalanan berkunjung ke Keraton Kasepuhan ini. Dengan tiket masuk yang relatif murah, saya rasa sangat-sangat berguna dan tidak sebanding dengan informasi yang diperoleh saat mengunjunginya. Kita bisa mendapatkan sejarah yang sangat bermanfaat.

Comment dan share bila kalian suka, kirim kritik dan saran melalui komentar bila kalian tidak suka. Ohya, jika dalam penulisan terdapat salah kata, mohon untuk dikoreksi ya! Saya akan memperbaikinya. Setiap foto yang terdapat dalam artikel ini merupakan hasil jepretan saya ya, hanya ada satu foto yang saya ambil dari google karena terlewat saat berfoto. Terima kasih.

Kisna Hafizh J.
Seorang Mahasiswa dan Blogger serta part-timer yang ingin membagikan sesuatu hal yang bermanfaat melalui tulisan-tulisan yang dipublish. Kerjasama Bisnis : shxlzn@gmail.com. Note: Tidak diizinkan untuk menyalin tulisan dan gambar tanpa seizin saya.